Kamis, 09 Juni 2016

Quality Assurance

 PENJAMINAN MUTU (Quality Assurance)



Setelah membaca materi bab ini mahasiswa dapat memahami tentang:
1.       Menjelaskan pengertian dan tujuan jaminan mutu.
2.       Menjelaskan gambaran tentang “MUTU”
3.       Menjelaskan pergeseran dari Jaminan Mutu
4.       Menyebutkan pengertian “MUTU” dalam pelayanan kesehatan.





Pendahuluan
Globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya,  maka setiap organisasi dan semua elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan terkait erat dan sinkron dengan program jaminan mutu (Quality Assurance). Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas hidup (quality of life). Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk  mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan keperawatan dan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap perawat dan bidan perlu dilakukan terus menerus.

Pengertian
Manajemen mutu adalah suatu proses dimana orang-orang bergerak untuk mencapai tujuan.

Tujuan
  1. Meningkatkan pemahaman terhadap aspek-aspek mutu dalam aplikasi pelayanan keperawatan dan kebidanan.
  2. Meningkatkan motivasi perawat dan bidan dalam pelaksanaan tugas berdasarkan standar.
  3. Meningkatkan kemampuan perawat dan bidan dalam mengidentifikasi hubungan antara upaya peningkatan mutu dengan kinerja klinis perawat dan bidan.
  4. Untuk memperoleh kepuasan pelanggan dan keuntungan serta kepuasan kerja.


Gambaran Tentang "Mutu"
Pendapat tentang defenisi mutu bermacam-macam, tiga orang pakar terkenal dalam bidang bisnis mengemukakan pendapatnya tentang mutu. W. Edward Deming adalah seorang genius yang terkenal karena telah merevitalisasi industri bisnis Jepang, dengan berfokus pada "Total Quality Management (TQM) " dan “Continous Quality Improvement (CQI). Konsep mutu dalam “Deming Chain Reaction" menekankan bahwa untuk tercapainya sukses organisasi atau bisnis,  telah dibuat formulasi sebagai berikut:
1.      Meningkatkan mutu berkesinambungan,
2.      Menekan beaya dengan cara; menekan kesalahan dalam pekerjaan, mencegah   terjadinya pengulangan, menekan terjadinya kelambatan dan penggunaan waktu dan sumber sumber yang lebih baik;
3.      Tingkatkan produktifitas,
4.      Menangkap pangsa pasar dengan mutu bagus dan harga lebih rendah.
5.      Tetap dalam koridor bisnis,
6.      Tingkatkan cara kerja. Bila semua orang mau meningkatkan dan mengembangkan sistem yang efisien akan dapat menghasilkan mutu yang lebih tinggi dengan beaya yang rendah.
Philip. B. Crosby berpendapat bahwa :
1.      Mutu adalah derajat dipenuhinya persyaratan yang ditentukan.
2.      Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah merupakan hasil dari ketidak sesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan. Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala spesifikasinya akan dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Diakui bahwa ada korelasi erat antara beaya dan mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu sistem yang berorientasi pada peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan dalam penilaian. Crosby mengidentifikasi 14 langkah peningkatan mutu. Kata kunci mutu: kerjakan sesuatu dengan benar sejak awal dan kerjakan tugas yang benar dengan baik.

Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan: 
1.      Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya,  meningkatkan produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi
2.      Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara kinerja aktual dan tujuan.
3.      Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan peningkatan mutu. Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang semuanya mengacu pada upaya peningkatan mutu.
Edwin Scheter menyatakan bahwa untuk mencapai mutu kinerja diperlukan pengertian yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan "mutu". Pengertian mutu dihubungkan dengan karakteristik-karakteristik sbb:
1.     Kesesuaian à memenuhi atau melebihi standar minimum.
2.    Kecocokan à untuk dipakai, pelaksanaanya semestinya seperti yang dipromosikan.
3.     Dapat dipercaya à mewujudkan fungsi yang diharapkan dalam suasana spesifik,  pada waktu tertentu.
4.     Hasil à persentase dari produk pelayanan sesuai dengan spesifikasi pada tiap point evaluasi.
5.     Kepuasan pelanggan à  memenuhi persepsi nilai-nilai (values) pelanggan.
Slogan tentang mutu saat ini adalah" Return to Quality" untuk peningkatan pelayanan, artinya apapun yang kita lakukan seharusnya mengacu pada standar, mengevaluasi tindakan-tindakan yang telah dilakukan apakah telah memenuhi kriteria atau spesifikasi-spesifikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kepuasan pelanggan.

Aplikasi Konsep Bisnis Dalam Pelayanan Kesehatan
Perbedaan dari sejumlah teori tentang "mutu" dalam bisnis/industri sudab dijelaskan.  Walaupun fokus utama dari setiap teori tentang "mutu" nampak ada perbedaan, namun secara umum menunjukkan persamaan bila diterapkan dalam pelayanan kesehatan. Persamaan yang bisa dipetik dari teori-teori tersebut dapat disimak sbb:
Pertama :
Mutu dapat didefinisikan dan diukur,  dengan basis spesifikasi suatu organisasi disatu sisi dan harapan pelanggan disisi yang lain. Aplikasi prinsip-prinsip bisnis kedalam pelayanan kesehatan, bisa dikembangkan. Spesifikasi menjadi pertimbangan terhadap kepuasan pelanggan. Aplikasi prinsip mutu dalam pelayanan kesehatan kontroversial. Sebagai contoh, sebagian besar pelanggan (pasen) dapat menilai pelayanan yang bagus dan menyatakan puas bila pelayanan (service) yang diberikan seperti yang dilakukan di hotel,  misalkan: makanan dihidangkan hangat, tepat waktu, petugas ramah, perhatian bagus, kamar bersih, namun pasien kurang dapat menilai apakah tetesan infus sudah tepat, kapan waktu yang tepat untuk mengganti cairan, apa dampak bila tetesan lambat atau terlalu cepat bagi dirinya.
Kedua 
Mutu itu dinamis. Mutu yang baik, tidak saja untuk dicapai kemudian diacuhkan, tetapi dikembangkan berkelanjutan. Tom Peter menyatakan bahwa mutu itu relatif. Setiap hari, setiap produk, khususnya pelayanan akan menjadi relatif baik atau relatif buruk, dan tidak pemah berdiri tegak. Ini merupakan kenyataan dalam bisnis pelayanan kesehatan, karena tidak mungkin melakukan inventarisasi suatu produk pelayanan.
Ketiga
Mutu melibatkan kompetisi tanpa batas. Crosby menyatakan mutu itu bebas, bukan pemberian. Mutu  dan beaya berjalan dan berkaitan erat.
Keempat
Mutu harus dilakukan dengan mengerjakan sesuatu yang "benar" dengan cara benar pula.
Kelima
Mutu berhubungan dengan hasil, fokus dari semua usaha adalah untuk   memperoleh hasil. Dalam pekerjaan banyak orang dibingungkan bagaimana menemukan sesuatu untuk dikerjakan, karena kurang memahami essensi mutu dan kaitannya dengan pekerjaannya.
Perhatian utama semestinya dicurahkan pada apa yang telah dicapai bukan spa yang sudah dikerjakan. Peter Drucker mendukung pendapat ini dengan pemyatannya "Mutu suatu produk atau pelayanan bukan apa yang diberikan, tetapi apa yang diperoleh oleh pelanggan dan pantas untuk dibayar. Pendekatan ini juga berorientasi pada hasil. Semua penilaian terhadap mutu dalam pelayanan kesehatan di dunia, akan menjadi mubasir, bilamana hasil kinerja klinisnya tidak meningkat.
Keenam
Mutu menjadi tanggung jawab setiap orang. Peter dan Waterman menganjurkan perhatian terhadap akuntabilitas yang besar dari semua karyawan. Sikap dan pandangan bahwa "setiap anggota adalah perusahan itu sendiri" harus berlaku. O'Leary, President JCAHO, menyatakan bahwa sudah terlalu lama berlaku tradisi tidak ada suatu kelebihan yang bisa diberikan, kecuali “lip service” saja.  Mutu adalah urusan stan kepentingan setiap orang. Komitmen harus dimulai dari stakeholders dan merasuk pada  sistem dalam organisasi.  Ini semestinya menjadi agenda utama dari setiap orang dan dari sebagian besar pemikir. Seperti slogan dari Ford company  "Mutu adalah satu tugas".
Ketujuh
Mutu  dan beaya sangat terkait, peningkatan mutu dapat menjadi kunci untuk mengendalikan pengeluaran dan peningkatan revenue, tetapi proses dari peningkatan mutu itu sendiri dapat memberikan kerugian yang hebat bila tidak dikontrol atau bila organisasi meningkatkan proses yang salah..
Kedelapan
Mutu dan kinerja merupakan kata sinonim atau mempunyai makna yang hampir sama. Garvin mendefinisikan kinerja merupakan karakteristik operasional utama dari suatu produk pelayanan. Apa yang terjadi dalarn pelayanan kesehatan adalah kurangnya pengertian terl1adap arti "mutu" dalam setiap kegiatannya.
"The National Association of Quality Assurance Professional" menggambarkan "Mutu" sebagai produk dan pendokumentasiannya berada pada tingkat prima, diterapkan berdasarkan tingkat pengetahuan terbaik dalam proses pelayanan kesehatan serta dapat dicapai pada suasana khusus.

Pengertian "Mutu"  Dalam Pelayanan Kesehatan
²Mutu" adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasen  ditingkatkan mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan (JCAHO 1993). Definisi tersebut semula melahirkan 12 faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan, belakangan dikonversi menjadi dimensi 'mutu kinerja' (performance) yang dituangkan dengan spesifikasi seperti dibawah ini :
  1. Kelayakan à adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang dilakukan relevan terhadap kebutuhan klinis pasen dan memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.
  2. Kesiapan à  adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang layak dapat memenuhi kebutuhan pasen sesuai keperluannya.
  3. Kesinambungan à  adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi pasen terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi .
  4. Efektifitas à  adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasen dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasen.
  5. Kemanjuran à  adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima pasen dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan pasen.
  6. Efisiensi à adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasen terhadap sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen..
  7. Penghormatan dan perhatian à adalah tingkat dimana pasen dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasen serta harapan-harapannya dihargai.
  8. Keamanan à adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi untuk melindungi pasen dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
  9. Ketepatan waktu à adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan kepada pasen tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.
Upaya pencarian terhadap hal-hal penting yang dicakup dalam definisi tentang "MUTU”  telah banyak dibahas dalam literatur. Donabedian menyatakan bahwa, tidak satupun definisi dapat memenuhi persyaratan dengan tepat tentang arti "mutu", dan untuk mengatasi hal tersebut ada tiga pengertian yang diberikan yaitu:
(1)    Definisi  absolutis à mutu adalah pertimbangan atas kemungkinan adanya keuntungan dan kerugian terhadap kesehatan sebagai dasar tata nilai praktisi kesehatan tanpa memperhatikan biaya.
(2)    Definisi individualistis à berfokus pada keuntungan dan kerugian dari harapan pasen dan konsekwensi lain yang tidak diharapkan.
(3)    Definisi sosial à mutu meliputi beaya pelayanan, kontinum dari keuntungan atau kerugian, serta distribusi pelayanan sebagai rata nilai masyarakat secara umum.

Tantangan yang dihadapi oleh praktisi adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara nilai-­nilai kemanusiaan, sumber-sumber teknologi, kualitas hidup, inovasi dan kenyataan ekonomi, yang memungkinkan untuk memberikan pelayanan terbaik. Hal tersebut tidak berarti menghilangkan pengertian universal dari mutu untuk memperoleh pengakuan. Ketiadaan definisi formal tentang mutu, bukan berarti pasen atau provider tidak akan dapat mengidentifikasi ketiadaan mutu itu sendiri, atau mutu yang berada dibawah standar,  misalnya: makanan disajikan dingin, penusukan vena dalam kondisi normal 3-4 kali, terjadi decubitus atau infeksi post operatif, pasen jatuh, salah pemberian obat semua itu menunjukkan mutu yang rendah. Pengertian mutu kinerja diukur melalui dimensi pengukuran yang tegas yaitu standar tertulis yang jelas. Standar menentukan mutu atau kinerja dan diberikan secara langsung serta hasilnya dapat dilihat dari pelayanan tersebut. Standar adalah patokan untuk menentukan tingkat mutu. Standar merupakan pernyataan tertulis dari tata nilai peraturan-­peraturan, kondisi dan tindakan pada pasen, staf, atau sistem yang disahkan oleh pihak berwenang

Dari Jaminan Mutu Menuju Peningkatan Mutu
  1. Jaminan mutu (QA) adalah suatu proses untuk mengevaluasi perawatan pada suasana khusus, dengan mengembangkan standar pelayanan dan menerapkan mekanisme untuk menjamin bahwa standar dapat terpenuhi (Coyne and Killien).
  2. Jaminan mutu (QA) adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam memonitor dan mengevaluasi mutu dan kesiapan dalam pelayanan terhadap pasen dalam meningkatkan pelayanan, dan memecahkan masalah yang telah diidentifikasi (JCAHO). Kesiapan merujuk pada pengertian lebih luas dimana prosedur khusus, kesesuaian dalam suasana khusus dan pelayanan yang efisien, mengindikasikan kelebihan maupun kekurangannya.
Dalam kaitan diatas belakangan Lexiton (JCAHO), mendefinisikan QA dalam tiga kegiatan yang tidak terpisahkan;
a.       Merencanakan suatu produk atau pelayanan dan pengendalian produknya yang tidak dapat dilepaskan dari mutu. Dalam pelayanan kesehatan, aktifitas dan program dimaksudkan menjamin atau memberi garansi terhadap mutu.
b.      Pengendalian mutu: adalah suatu proses dimana kinerja aktual dinilai atau diukur, dan dibandingkan dengan tujuan, serta perbedaan atau penyimpangan ditindak lanjuti dengan menggunakan metoda statistik.
c.       Peningkatan mutu: proses pencapaian snatu tingkat kinerja atau mutu barn yang lebih tinggi dari sebelunmya. Pencapaian tingkat mutu bam. adalah yang terbaik dari pads tingkat mutu sebelumnya.
  1. Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu untuk; Menetapkan masalah dan penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan upaya penyelesaian masalah dan melaksanakan sesuai kemampuan menilai pencapaian hasil dengan menggunakan indikator yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Walaupun mutu tidak selalu dapat dijamin tetapi dapat diukur. Jika bisa diukur, berarti bisa ditingkatkan dan dapat disempurnakan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kunci mutu dalam pelayanan, memonitor indikator tersebut dan mengukur mutu hasilnya. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah mengidentifikasi proses - proses kunci yang mengarah pada hasil tersebut (outcome). Dengan berfokus pada upaya peningkatan proses, tingkat mutu dari hasil yang dicapai akan meningkat. Jadi, upaya pendekatan yang dilakukan diawali dari jaminan mutu (QA), mengarah pada peningkatan mutu yang proaktif (QI).  Bila ada yang berpikir "mutu dibawah standar,  jangan ikut terlibar“, mentalitas seperti itu seharusnya dirubah menjadi "walaupun mutu dibawah standar, tapi masih dapat ditingkatkan". Bila mutu diartikan seberapa baik suatu organisasi ditampilkan, usaha untuk meningkatkan mutu akan dapat diperbaiki melalui peningkatan kinerja.
Tujuan dan Manfaat QA
a.       Pemahaman staf terhadap tingkat mutu pelayanan yang ingin dicapai
b.      Meningkatkan efektifitas pelayanan yang diberikan.
c.       Mendorong serta meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan.
d.      Melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari gugatan hukum.
e.       Tujuan akhir adalah semakin meningkatnya mutu pelayanan
Kerangka Konseptual
Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan pendekatan yang lazim dipakai yaitu: pendekatan struktur, proses dan hasil. (1) Pendekatan struktur adalah berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi & manajemen termasuk komitmen pimpinan dan stakeholder lainnya, prosedur & kebijakan, sarana & prasarana, fasilitas dimana pelayanan diberikan, (2) Pendekatan proses: adalah semua kegiatan dan interaksi profesional (bertumpu pada kemampuan, sikap dan ketrampilan) serta metoda dengan cara bagaimana pelayanan dilaksanakan. (3) Hasil  (Output): hasil pelaksanaan kegiatan. Perlu diperjelas perbedaan istilah output dan outcome seperti yang sering didengar. Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek misalnya: tidak terjadi pleibitis setelah 3 x 24 jam pemasangan infus, sedangkan outcome adalah hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan jangka panjang seperti perubahan status kesehatan pasen/masyarakat. Komponen hasil sangat tergantung dari kedua komponen struktur dan proses. Para pakar menekankan fokus pada komponen "proses" adalah yang paling kritikal, karena menyangkut manusianya, seberapa besar tingkat komitment dan akuntabilitas  seseorang untuk melakukan kegiatannya agar dapat menghasilkan pelayanan yang bermutu tinggi.

Langkah - Langkah Penerapan QA
    1. Menentukan aspek pelayanan yang akan dimonitor.
    2. Mengembangkan indikator yang sesuai untuk mengukur mutu pada aspek pelayanan yang telah ditentukan
    3. Mengumpulkan data untuk indikator yang terpilih dengan interval dan waktu tertentu
    4. Menetapkan standar hasil yang dapat dicapai untuk setiap indikator
    5. Mengenali area yang tidak dapat mencapai standar
    6. Meneliti faktor yang mempunyai kontribusi terhadap berkurangnya mutu tersebut.
    7. Mengembangkan dan melaksanakan perbaikan mutu dengan tepat.
    8. Setelah jangka waktu tertentu, melakukan pemeriksaan ulang terhadap data pada suatu area, apakah pada area tersebut telah terjadi perbaikan.
Kesimpulan
Pelayanan yang baik adalah pelayanan berorientasi terhadap upaya peningkatan mutu untuk memenuhi harapan atau kepuasan pelanggan. Mutu sulit didefinisikan, namun esensi mutu
dan aplikasinya dalam pelayanan kesehatan dapat diukur, dimonitor dan dinilai hasilnya. Mutu dalam pelayanan kesehatan adalah kontroversial dan relatif. Oleh karena itu spesifikasi dalam dimensi mutu atau kinerja yang diterapkan dalam proses yang benar dan dikerjakan dengan baik akan dapat memberikan kepuasan pelanggan. Mutu itu dinamis, upaya peningkatan mutu tidak pernah berhenti tetapi selalu berkelanjutan sesuai dengan perkembangan iptek, tatanan nilai dan tuntutan masyarakat serta lingkungannya, agar dapat tetap eksis dalam persaingan global. Peningkatan mutu berarti peningkatan kinerja. Dapat dimulai dari jaminan mutu dan berlanjut pada peningkatan mutu untuk memperoleh kepuasan pelanggan dan kepuasan karyawan dengan mempertimbangkan efisiensi (beaya) itu sendiri. Meningkatkan kinerja berarti meningkatkan mutu pelayanan telah dimulai agar dapat eksis dalam persaingan global.

Sabtu, 14 Mei 2016

KEPUASAN PELANGGAN

 KEPUASAN PELANGGAN



PENDAHULUAN
Cara mengukur mutu jasa dilakukan dengan mengukur kepuasan pelanggan, pelanggan puas adalah pelanggan yang membeli lagi dan lagi.  Hal yang perlu diperhatikan adalah pelanggan yang tidak puas.  Pelanggan yang tidak puas jarang mengeluh, tetapi cenderung  beralih ke perusahaan lain. Karena menarik pelanggan baru lebih sulit dibanding mempertahankan yang ada, maka  perusahaan jasa harus dapat memuaskan pelanggannya.  

MENGUKUR KEPUASAN PELANGGAN
Kepuasan pelanggan tidak dapat diukur, sehingga tidak mudah mengevaluasi baik buruknya suatu kualitas pelayanan. Berry dan Parasuraman dalam bukunya “Delivering Quality Service, Balancing Customer Perception and Expectation”, menyebutkan 10 dimensi  digunakan pelanggan untuk menilai kualitas pelayanan, yaitu :
1.    Tampilan elemen fisik yang dapat dinilai (Tangibles)
Dimensi ini mencakup tersedianya fasilitas fisik, peralatan, SDM, materi  komunikasi yang merupakan bukti nyata pelayanan.  
2.    Keandalan (Reliability)
Dimensi ini mencakup keandalan dalam menepati janji-janji yang telah diberikan, kinerja  akurat dan konsisten.
3.    Responsivitas (Responsiveness)
Dimensi ini mencakup keinginan dan kesiapan perusahaan membantu pelanggan serta memberikan pelayanan yang diminta, dengan ketepatan waktu jasa (timelineness of service)
4.    Komunikasi (Communication)
Dimensi ini mencakup kesediaan mendengarkan pelanggan dan menjaga pelanggan selalu mendapatkan penjelasan mengenai pelayanan yang akan diberikan dengan mudah dimengerti.
5.    Kredibilitas (Credibility)
Kredibilitas   mencakup dapat dipercayanya pemberi pelayanan, keyakinan akan pelayanan  dan jaminan atas pelayanan yang telah diberikan, termasuk juga harus mempunyai perhatian  paling baik di hati konsumen.
6.    Keamanan (Security)
Dimensi ini mencakup bebas dari resiko, rasa takut dan keragu-raguan    atas pelayanan yang diberikan.
7.    Kompetensi (Competence)
Kompeten berarti penguasaan skill dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan  pelayanan 
8.    Sopan-santun (Courtesy)
Kesopan santunan meliputi kesopanan, rasa hormat, perhatian, tenggang rasa, kedekatan dengan pelanggannya, dan keramahtamahan dari karyawan
9.    Pemahaman pada pelanggan (Understanding the Customer)
Dimensi ini mencakup usaha untuk mengenali dan mengerti kebutuhan pelanggan.  
10.Akses (Access)
Dimensi ini mencakup kemudahan untuk memperoleh pelayanan baik dalam mencapai lokasi, komunikasi dengan petugas, kemudahan penyelesaian masalah yang ada hubungannya dengan pelayanan.



Hasil pengukuran kepuasan pelanggan akan sangat berguna bagi manajemen dan layanan suatu perusahaan jasa untuk mempertahankan pelayanan yang telah baik dan memfokuskan diri pada usaha peningkatan hal yang belum memuaskan pelanggan.
Bagan rantai pelayanan dan keuntungan di atas menjelaskan hubungan antara pertumbuhan dan keuntungan perusahaan dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan dan kepuasan dan loyalitas serta produktivitas karyawan. Pertumbuhan dan keuntungan perusahaan terutama oleh karena adanya loyalitas dari pelanggan.  Loyalitas ini merupakan hasil langsung dari kepuasan pelanggan. Kepuasan sebagian besar dipengaruhi oleh nilai pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Nilai pelayanan yang baik dihasilkan oleh karyawan yang puas, loyal dan produktif. Kepuasan karyawan ini sebagai hasil dari dukungan dan kebijakan yang berkualitas tinggi sehingga menghasilkan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Reichheld and Sosser dalam Loveloc (1996), mengestimasikan bahwa peningkatan loyalitas pelanggan sebesar 5 %  dapat meningkatkan keuntungan sebesar 25% - 85%.

HARAPAN KUALITAS PELAYANAN DAN GAP MODEL
1.      Harapan
Harapan pelayanan sebagai determinan mayor dari evaluasi kualitas pelayanan oleh konsumen, kepuasan dan keputusan yang diambil oleh provider.  Sebagai tambahan, beberapa program yang masuk akal dibuat, mengawasi, atau mengelola kualitas pelayanan adalah sangat tergantung dengan pengertian akan harapan konsumen. Harapan pelayanan oleh konsumen dapat didefinisikan sebagai uji coba kepercayaan akan penyampaian pelayanan  dimana pelayanan sebagai standart atau referensi lawan tampilan pelayanan yang dinilai konsumen. Literatur lain yang berbeda konsep mengatakan bahwa bagaimana harapan akan pelayanan terbentuk, salah satu pandangan terkemuka menggambarkan harapan sebagai kepercayaan konsumen, kemungkinan, atau perkiraan akan keinginan yang terpikir sebagai hasil dari transaksi pelayanan. Pemikiran lain merupakan modifikasi dari pandangan ini dengan keadaan bahwa konsumen akan  mempercayakan pada standar produk layanan yang ditawarkan.  Standar ini merupakan pengalaman yang berdasarkan norma. Pengalaman  berdasar norma tidak dicerminkan pada prediksi, tetapi lebih dari keinginan yang ditampilkan. Sebagian besar  pengalaman yang berdasarkan norma  mengarah pada tingkat penampilan dimana konsumen percaya dapat dicapai oleh pemberi pelayanan.
Harapan dalam konteks kualitas pelayanan adalah harapan konsumen  atau keinginan  yang sama dengan harapan konsumen berdasar norma. Harapan dapat dipertajam oleh karakter dari personil konsumen, dan aktifitas pemasaran secara tradisional.        Harapan  dapat  dipengaruhi  oleh komunikasi eksternal seperti iklan dan komunikasi dari mulut ke mulut.  Pengalaman yang lalu terhadap pelayanan sangat mempengaruhi harapan. Tradisi organisasi dan ideologi mungkin juga akibat dari harapan. Dimana tradisi yang sama dikomunikasikan melalui reputasi atau imaginasi, ideologi adalah komunikasi melalui institusi, keagamaan, tampilan politik atau afiliasi. Melihat pada harapan yang berkembang dan terbentuk, pelayanan mereka seperti yang diartikan pelayanan berkualitas dievaluasi dan sebagai hasilnya, menyelenggarakan permintaan untuk  menilai atau penyampaian pelayanan   berkualitas.
2.      Gap Model
Evaluasi konsumen dari pusat kualitas pelayanan seimbang dengan harapan mereka dan persepsi akan pelayanan. Harapan yang ditemui atau lebih jauh pada pelayanan, atau serangkaian dari pelayanan akan menghasilkan cukup atau evaluasi kualitas pelayanan yang ideal.  Sebagai alternatif, harapan yang tidak diketemukan akan menghasilkan negatif dalam evaluasi kualitas pelayanan. Gap Model kualitas pelayanan dalam gambar 10 merupakan framework organisasi yang secara sistematik untuk perbaikan persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan. Gambar 10 menggambarkan 5 gap, Gap 5 perbedaan antara harapan konsumen dengan persepsi secara langsung yang dicerminkan pada Gap 1-4.  Artinya bahwa  semakin kecil ketidaksesuaian yang diamati dalam Gap 1-4, lebih mirip dengan harapan yang diinginkan pada evaluasi kualitas pelayanan. Poin penting yang ditangkap dalam benak bahwa manajer tak dapat bertindak menyusutkan Gap 5 secara langsung.  Gap 5 dapat hanya ditindaki secara tak langsung dengan mengembangkan Gap 1-4.  Analisis sekarang difokuskan pada Gap 1, yang mungkin merupakan gap yang penting sekali karena ini menggambarkan dasar  fungsi yang pantas dari seluruh model dalam gambar 10.  Gap 1 akan menjadi besar bila organisasi pelayanan kesehatan terutama memfokuskan pada operasional atau transaksi lebih dari pada hubungan dengan konsumen, atau jika ini diserap dengan tambahan.konsumen baru melebihi kemampuan. Menutup Gap 1 berarti organisasi membutuhkan pengetahuan yang cermat  dari harapan konsumen akan kualitas pelayanan.  Tanpa pengertian yang jelas akan harapan konsumen, Gap 2-4 tak dapat ditutup  secara cukup.  Pada Gap ini (gap 1-4) pada gilirannya, pelayanan sebagai mekanisme dimana harapan konsumen akan kualitas pelayanan   ditegaskan atau  tetap dalam  setting pelayanan. (gap 5).  Valerie A Zeithaml (1990), mengatakan ada 5 (lima) perbedaan persepsi yang terjadi dalam memberikan pengertian mutu pelayanan (service quality) yang disebut Gap 1, Gap 2, Gap 3, Gap 4 dan Gap 5.  Gap 1, Gap 2 adalah gap yang ada pada manajemen yaitu para manajer, Gap 3, Gap 4 terutama gap yang ada pada petugas garis depan (first line service employees)
a.     Gap 1, para manajer kurang mengerti akan harapan konsumen.
b.    Gap 2, spesifikasi pelayanan tidak sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan konsumen.
c.     Gap 3, gap yang terjadi pada penampilan pelayanan, petugas yang terlibat tidak menyampaikan pelayanan sesuai dengan  kehendak manajemen.
d.    Gap 4, pelayanan yang disampaikan tidak sesuai dengan  yang dijanjikan.
e.     Gap 5, gap antara pelayanan yang terjadi dengan pelayanan yang dikehendaki konsumen karena adanya satu atau lebih gap di atas.
Untuk mengatasi kegagalan-kegagalan ini, proses dimulai dengan mengetahui adanya Gap 5, selanjutnya mengadakan penelitian tentang adanya Gap 1 sampai dengan Gap 4, dan mengadakan tindakan koreksi seperlunya.


Sabtu, 19 Maret 2016

ORGANISASI PROFESI

ORGANISASI PROFESI
PENDAHULUAN
Profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan, yaitu : profesi, profesionalitas, profesional, profesionalisasi, dan profesionalisme (Abin Syamsuddin Makmun, 1999). Profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya (Dedi Supriadi, 1998 : 95). Profesionalitas menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatu pekerjaan. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orangnya itu sendiri. Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional. Profesionalisme menunjuk pada (a) derajat penampilan seseorang sebagai profesional; tinggi, rendah sedang, dan (b) sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang paling ideal dari kode etik profesinya. 
Public Trust atau kepercayaan masyarakat (Bigs dan Blocher, 1986 : 7). Kepercayaan masyarakat yang menjadi penopang suatu profesi didasari oleh tiga perangkat keyakinan. Pertama, kepercayaan masyarakat terjadi dengan adanya suatu persepsi tentang kompetensi. Kedua, adanya persepsi masyarakat bahwa kelompok-kelompok profesional mengatur dirinya dan lebih lanjut diatur oleh masyarakat berdasarkan minat dan kepentingan masyarakat. Ketiga, persepsi yang melahirkan kepercayaan masyarakat itu ialah anggota-anggota suatu profesi memiliki motivasi untuk memberikan layanan kepada orang-orang dengan siapa mereka bekerja.
Oemar Hamalik (1984 :2) sampai pada suatu kesimpulan bahwa hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Suatu profesi mengandung unsur pengabdian (Oemar Hamalik, 1984:3) menurutnya, suatu profesi bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka, melainkan untuk pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian seorang profesional menunjuk pada pengutamaan kepentingan orang banyak daripada kepentingan diri sendiri.
1. Ciri-Ciri Profesi
Erik Hoyle (1969 : 80-85) mengemukakah enam ciri profesi, yaitu:
a.       A profession performa an esential social service (suatu profesi menunjukkan suatu pelayanan sosial) 
b.       A profession is founded up on a systematic body of knowledge (suatu profesi didasari oleh tubuh keilmuan yang sistematis)
c.        A profession requires a lengthy periode of academic and practical Training (suatu profesi memerlukan suatu pendidikan dan latihan dalam periode waktu yang cukup lama);
d.      A profession has a light degree of autonomy (suatu profesi memiliki otonomi yang tinggi);
e.        A profession has a code of ethics (suatu profesi memliki kode etik);
f.         A profession gengerat in service growth (suatu profesi berkembang dalam proses pemberian layanan).
Menurut Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun (1992 : 133) suatu jabatan profesional harus mempunyai beberapa ciri pokok yaitu : (a) pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal; (b) pekerjaan itu mendapat pengakuan dari masyarakat; (c) adanya pengawasan dari suatu organisasi profesi seperti IDI, PGRI dan IPBI; (d) mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesi tersebut.
Dedi Supriadi 91998 : 96) mengemukakah lima ciri suatu profesi. Pertama, pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan mengabdi kaepada masyarakat. Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang “lama” dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu. Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Kelima, sebagai konsekuensi profesi secara perorangan ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial atau materiil.

 Sedangkan Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka seagai individu.

CIRI-CIRI ORGANISASI PROFESI
Menurut Prof. DR. Azrul Azwar MPH (1998), ada 3 ciri organisasi :
1)     Umumnya untuk satu profesi hanya ada satu organisasi profesi yang para anggotanya berasal dari satu profesi saja dalam arti telah menyelesaikan pendidikan profesi dengan dasar-dasar keilmuan yang sama.
2)     Misi utama organisasi profesi adalah untuk merumuskan kode etik (Code of professional ethnic) merumuskan kompetensi profesi (professional competency) serta memperjuangkan tegaknya kebebasan profesi (professional autonomous).
3)     Kegiatan pokok organisasi profesi adalah menetapkan serta merumuskan standar pelayanan profesi (standar of professional services) yang mana kode etik termasuk kedalamnya, merumuskan dan menetapkan standar pendidikan dan pelatihan profesi (standar of professional education and training ) serta menetapkan dan memperjuangkan kebijakan dan politik profesi (professional policy).

PERAN ORGANISASI PROFESI
Organisasi profesi dalam pembuatan dan pengembangan profesi keperawatan berperan sebagai berikut :
a.       Pembinaan, pengembangan dan pengawasan mutu pendidikan keperawatan.
b.      Pembinaan, pengembangan dan pengawasan pelayanan keperawatan.
c.       Pembinaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
d.      Pembinaan, pengembangan dan pengawasan kehidupan profesi.

FUNGSI ORGANISASI  PROFESI
Dalam pelaksanaan peran-peran organisasi profesi maka organisasi berfungsi :
a.       Dalam bidang pendidikan keperawatan.
1.      Penetapan standar pendidikan keperawatan.
2.      Pengembangan pendidikan keperawatan berjenjang berlanjut.
b.      Dalam bidang pelayanan keperawatan.
1.      Penetapan standar profesi keperawatan.
2.      Pemberian izin praktek / rekomendasi.
3.      Pemberian registrasi tenaga keperawatan.
4.      Penyusunan dan pemberlakuan kode etik keperawatan.
c.       Dalam bidang iptek
1.      Merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi riset keperawatan
2.      Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi perkembangan. Dalam bidang kehidupan profesi
3.      Membina, mengawasi organisasi profesi itu sendiri
4.      Membina kerja sama dengan penerintah, masyarakat, profesi lain antar anggota
5.      Membina kerja sama dengan organisasi profesi sejenis dengan Negara lain / internasional
6.      Membina, mengupayakan dan mengawasi kesejahteraan anggota.

MANFAAT ORGANISASI PROFESI
Apabila organisasi profesi bekerja dengan baik dan lancar banyak manfaat yang akan diperoleh, akan tetapi menurut Brecko 1989, minimal ada 4 manfaat yakni :
1.      Dapat lebih mengembangkan dan memajukan profesi.
2.      Dapat menertibkan dan memperluas bidang gerak profesi.
3.      Dapat menghimpun dan menyatukan pendapat warga profesi.
4.      Dapat memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk berkarya dan berperan aktif dalam mengembangkan dan memajukan profesi.
Apabila manfaat-manfaat tersebut dapat dicapai maka dampak akhir banyak pula yang akan dihasilkan. Menurut World Medical Assosiation (1991) dampak minimal yang akan diperoleh adalah :
1.      Makin tertibnya pekerjaan profesi.
2.      Meningkatnya kualits hidup serta derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.


DAFTAR JENIS TENAGA KESEHATAN DAN ORGANISASI PROFESI DI INDONESIA
NO
Kelompok Tenaga Kesehatan
Jenis Tenaga Kesehatan
Organisasi Profesi
Ket.
1
Tenaga Medis
DOKTER
Ikatan Dokter Indonesia(IDI)
IDI
2
Tenaga Medis
DOKTER GIGI
Persatuan Dokter Gigi Indonesia(PDGI)
PDGI
3
Tenaga Keperawatan
PERAWAT
Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI)
PPNI
4
Tenaga Keperawatan
BIDAN
Ikatan Bidan Indonesia(IBI)
IBI
5
Tenaga Keperawatan
PERAWAT GIGI
Persatuan Perawat Gigi Indonesia(PPGI)
PPGI
6
Tenaga Kefarmasian
APOTEKER
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia(ISFI)
ISFI
7
Tenaga Kefarmasian
ASISTEN APOTEKER
Persatuan Ahli Farmasi Indonesia(PAFI)
PAFI
8
Tenaga Kesehatan Masyarakat
EPIDEMIOLOG KESEHATAN
Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia(PAEI)
PAEI
9
Tenaga Kesehatan Masyarakat
ENTOMOLOG KESEHATAN
Perhimpunan Entomolog Kesehatan Indonesia(PEKI)
PEKI
10
Tenaga Kesehatan Masyarakat
SANITARIAN
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia(HAKLI)
HAKLI
11
Tenaga Gizi
NUTRISIONIS DAN DIETISIEN
Persatuan Ahli Gizi Indonesia(PERSAGI)
PERSAGI
12
Tenaga Keterampilan Fisik
FISIOTERAPIS
Ikatan Fisioterapi Indonesia(IFI)
IFI
13
Tenaga Keterampilan Fisik
OKUPASI TERAPIS
Ikatan Okupasi Terapi Indonesia(IOTI)
IOTI
14
Tenaga Keterampilan Fisik
TERAPIS WICARA
Ikatan Terapi Wicara Indonesia(IKATWI)
IKATWI
15
Tenaga Keteknisian Medis
RADIOGRAFI
Persatuan Ahli Radigrafer Indonesia(PARI)
PARI
16
Tenaga Keteknisian Medis
TEKNISI GIGI
Persatuan Teknik Gigi Indonesia(PTGI)
PTGI
17
Tenaga Keteknisian Medis
TEKNISI ELEKTROMEDIS
Ikatatan Teknik Elektromedik Indonesia(IKATEMI)
IKATEMI
18
Tenaga Kefarmasian
ANALIS FARMASI
Persatuan Ahli Teknik Laboratorium Kesehatan Ind(PATELKI)
PATELKI
19
Tenaga Keteknisian Medis
REFRAKSIONIS OPTISIEN
Ikatan Refraksionis Optisien Indonesia(IROPIN)
IROPIN
20
Tenaga Keteknisian Medis
PEREKAM MEDIS
Perhim Profesi Perekam Medis & Informasi Kes Ind(PORMIKI)
PORMIKI
21
Tenaga Keperawatan
PERAWAT ANASTESI
Ikatan Perawat Anestesi Indonesia(IPAI)
IPAI
22
Tenaga Kesehatan Masyarakat
PENYULUH KESEHATAN
Perkumpuln Promosi & Pendidikan Kes Masy Ind(PPKMI)
PPKMI
23
Tenaga Keteknisian Medis
AKUPUNKTUR THERAPI
Himpunan Akupunktur Terapi Indonesia(HAKTI)
HAKTI
24
Tenaga Keteknisian Medis
ORTOTIK PROSTETIK
Ikatan Ortotik Prostetik Indonesia(IOPI)
IOPI
25
Tenaga Keteknisian Medis
AHLI FISIKA MEDIK
Ikatan Ahli Fisika Medik Indonesia(IKAFMI)
IKAFMI
26
Tenaga Keteknisian Medis
PARAMEDIK TRANSFUSI DARAH
Ikatan Paramedik Teknologi Transfusi Darah Ind(IPPTDI)
IPPTDI