Sabtu, 12 April 2014

INDIKATOR KINERJA

INDIKATOR KINERJA 

Pendahuluan
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, digunakan "indikator kinerja klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu  mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Model pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager", karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.

Pengertian Kinerja
Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas,  sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:
1.       Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel,  1993).
2.       Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991)
3.       Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986)
4.       Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu
1.       Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2.       Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.


Menurut Gibson (1987)  ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :
  1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
  2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
  3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Tujuan
1.      Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.
2.      Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
3.      Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.

Kinerja Klinis
Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan penetapan tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan berada pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:
1.             Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan dan disepakati oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk memberikan kontribusi berupa hasil kerja (outcome).
2.             Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun  waktu tertentu, termasuk penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.
3.             Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk perbaikan.
4.             Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual dengan standar yang telah ditetapkan.
5.             Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan seluruh hasil penilaian. Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan kelemahan dan cara perbaikannya untuk meningkatkan prestasi berikutnya.

Pengertian Indikator
Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
1.             Indikator adalah  pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh: berat badan bayi  dan umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut      ( Wilson & Sapanuchart, 1993).
2.             Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992).
3.             Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981)

Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran dan  perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan "indikator" sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasen dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan mengukurnya dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh dalam komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara perawat - pasen, maka pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui bagaimana kualitas interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian  setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self assesment).

Indikator Memiliki Karakteristik sebagai berikut :
1.            Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai.
2.            Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3.            Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4.            Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5.            Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh: pada unit bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan post-operasi.

Klasifikasi Indikator
Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).
  1. Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas al: personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
  2. Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
  3. Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indicator effect.
  4. Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat/penduduk.

Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi cakupan pemberian meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek output antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit melalui immunisasi (outcome)

Indikator Kinerja Klinis
Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang memerlukan pertimbangan yang selektif dan membangun konsesus diantara manager lini pertama (First Line Manager) dan staf, sehingga apa yang akan dimonitor dan dievaluasi akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak.

Pengukuran Indikator Kinerja Klinis
Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan keperawatan/kebidanan dipergunakan indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya pengukuran kuantitatif meliputi numerator dan denominator. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa (events) yang yang sudah diukur. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh pasen yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti: jumlah balita,  bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah.
Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi tertentu indikator tanpa denominator (hanya data pembilang) sangat berarti untuk kejadian jarang atau langka tetapi penting misalnya kematian ibu. Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang diukur. Bila peristiwa tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk perbaikan yang lebih cepat
Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi. Untuk mengukur suatu peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan sejumlah peristiwa yang universal.
Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu peristiwa (numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan pada sejumlah pasen yang memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa yang universal (denominator). Indikator klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah tidak terjadi pleibitis setelah 3x24 jam sejak pemasangan contoh dibawah ini dapat dihitung dalam proporsi sebagai berikut:


Jumlah pasen dengan Intra Vena  terapi terkena plebitis           ___________________________________________________________________    X100 %
                
Jumlah semua pasen dengan IV terapi



Waktu yang dipergunakan dalam pengukuran indikator bisa harian, mingguan, bulanan, besarnya masalah atau situasi. Indikator yang baik diperoleh dari standar tertulis, tanpa standar yang tertulis, akan sangat sulit menyusun indikator yang relevan. Oleh karena itu sebaiknya perangkat berupa standar tertulis perlu dipersiapkan organisasasi.




Pengumpulan data indikator kinerja
Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program pengukuran kinerja. Hal tersebut hanya dapat dikembangkan melalui sistem manajemen informasi yang t.epat; dimana pengumpulan data, pengorganisasian serta reaksi terhadap data kinerja direncanakan dan diorganisir secara sistematik, sehingga dapat memberikan makna terhadap perubahan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam suatu organisasi.
Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:
1.       menata sistem informasi  yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,
2.       menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang dikumpulkan,
3.       menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk melakukan tindakan,
4.       menumbuhkan motivasi staf  dan merencanakan peningkatan kinerja itu sendiri,
5.       mengumpukan data interval secara reguler terhadap­ proses-proses kritis, dalam upaya mempertahankan kinerja yang sudah meningkat,
6.       mengumpulkan data obyektif dan subyektif.

Rancangan sistem pengumpulan  data kinerja untuk mencapai sasaran harus mempertimbangkan masalah atau isue yang ada. Siapa yang harus mengumpulkan data? Apa tujuan pengumpulan data? Apa sumber datanya? Berapa banyak data harus dikumpulkan? Apa alat yang akan digunakan? Penyimpangan apa yang terjadi?

Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu bagian penting dari dalam peningkatan kinerja.  Ada dua jenis penyimpangan; pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena, sistem atau prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-sumber untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih dapat ditoleransi. Kedua penyebab khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang pengetahuan dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan peralatan. Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh: keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan penting untuk meningkatkan mutu kinerja  dan akan dimonitor atau dievaluasi.

Indikator diarahkan sebanyak mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi, informasi yang diperoleh dari indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi: seperti kunjungan supervisi untuk mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey khusus sebelum mengarah pada suatu pengambilan keputusan.
Kesimpulan
Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan kesempatan bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya. Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci akan memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.

Evaluasi

  1. 1. Berikan salah satu pengertian indikator.
2.      Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang?
3.      Apa yang dimaksud dengan indikator klinis?
4.      Apa saja komponen  indikator yang ideal?
5.      Apa manfaat dari indikator?
6.      Apa yang dimaksud dengan kinerja? Sebutkan 2 komponen kinerja.
Sebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. seseorang.
Sebutkan pengertian indikator klinis?
Jelaskan kriteria indikator yang baik.
  1. Bagaimana mengukur kinerja dengan indikator klinis?






Sabtu, 15 Maret 2014

ETIK DAN MORAL

ETIK DAN MORAL

DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN ATAU KEBIDANAN

PENDAHULUAN

ETIKA, MORAL DAN NILAI-NILAI
Pengertian:
§  Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis  tentang perilaku benar atau salah, kebajikan  atau  kejahatan   yang berhubungan dengan perilaku.
§  Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang  filosofi moral kedalam   situasi nyata dan berfokus  pada  prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai  yang dianutnya. Banyak pihak  yang menggunakan  istilah etik  untuk mengambarkan  etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti  Kode Etik PPNI atau IBI.
§  Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap    suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai  dalam suatu organisasi adalah rentang  nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan  sebagai  perilaku personal.
§  Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional

NILAI-NILAI  ESENSIAL DALAM PROFESI
Pada tahun 1985, “The American Association  Colleges of Nursing”  melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan profesional.  Perkumpulan ini  mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu:
1.          Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan  termasuk penghargaan,  kreatifitas, imajinasi, sensitifitas  dan kepedulian.
2.          Altruism (mengutamakan orang lain)Kesediaan memperhatikan  kesejahteraan orang lain  termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati  serta ketekunan.
3.          Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan  dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi
4.          Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih  kegiatan termasuk percaya diri,  harapan, disiplin  serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5.          Human dignity (Martabat manusia):  Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh  terhadap kepercayaan.
6.          Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7.          Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk akuntabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang  rasional.

PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI
   Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya  sepanjang perjalanan hidupnya.  Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar  dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi  dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai  cara antara lain: (1) Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi  perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul; (2) Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan  nilai-nilai yang berbeda;  (3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai  ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka  sendiri.  Hal ini  lebih  sering  disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau  tidak  adanya bimbingan atau pembinaan sehingga  dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut; (4) Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti:  mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan  perilaku yang tidak baik; (5) Tanggung jawab untuk memilih; adanya  dorongan internal untuk menggali  nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan  perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.



KLARIFIKASI  NILAI-NILAI  (VALUES)
Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti  sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem  perilakunya sendiri melalui  perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari  suatu kondisi sebelumnya (Steele&Harmon, 1983). Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam aplikasi  keperawatan dan kebidanan. Ada tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat dan bidan.
Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu; (2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan bukan hanya  karena  martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.
Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya  sendiri (anda akan merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien  serta sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan; (2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.  
Tindakan (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan  sehari-hari; (2) Upayakan selalu konsisten untuk  menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.
Semakin disadari nilai-nilai  profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral   yang dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat  atau pasen dan ternyata tidak sejalan, maka  seseorang  merasa  terjadi sesuatu yang  kontradiktif  dengan  prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin  kita tidak lagi  merasa  nyaman.  Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana  kita  perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara  khusus dalam kehidupan ini  untuk menghormati martabat manusia. Hal ini merupakan nilai-nilai positif  yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dalam masyarakat luas.

PELAKSANAAN ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat/bidan diperlukan untuk menempatkan  nilai-nilai  dan perilaku kesehatan  pada posisinya. Perawat/bidan bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasen yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasen kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat/bidan adalah berusaha  membantu pasen  untuk mengidentifikasi nilai-nilai dasar  kehidupannya sendiri.
 Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang sangat sukses dan mempunyai akses di luar  dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali dalam mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga terjadi perdarahan lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit. Selain itu dia juga perokok berat sebelumnya.  Ketika kondisinya telah mulai pulih perawat berusaha mengadakan pendekatan untuk mempersiapkannya untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena pembicaraan akhirnya mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. Kendati demikian upaya tersebut harus selalu dilakukan  dan kali ini perawat menyusun list pertanyaan dan mengajukannya kepada pasen tersebut. Pertanyaannya, “Apakah tiga hal yang paling penting  dalam kehidupan bapak dari daftar dibawah ini ?” Pasen diminta untuk memilih atas pertanyaan berikut:
1.      Bersenang-senang dalam kesendirian (berpikir, mendengarkan musik atau membaca).
2.      Meluangkan waktu bersama keluarga.
3.      Melakukan aktifitas seperti: mendaki gunung,  main bola atau berenang.
4.      Menonton televisi.
5.      Membantu dengan sukarela  untuk kepentingan orang lain.
6.      Menggunakan waktunya untuk bekerja.
Langkah berikutnya adalah  mengajaknya untuk mendiskusikan  prioritas yang dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi nilai-nilai sebagai berikut:
1.     Memilih:  Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen, misalnya stress yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktifitasnya, maka sarankan kepadanya memilih secara bebas nilai-nilai  kunci yang dianutnya. Bila dia memilih masalah kesehatannya, maka hal ini menunjukkan tanda positif.
2.     Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan promosikan nilai-nilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan dari keluarganya. Contoh: istri dan anak anda pasti akan merasa senang bila anda memutuskan untuk berhenti merokok serta mengurangi kegiatan bisnis anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.
3.     Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru yang konsisten setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen untuk memikirkan suatu cara bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang perlu diucapkan perawat/bidan kepada pasennya: “Bila anda pulang, anda akan menemukan cara kehidupan yang berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi kesehatan anda”.



PERILAKU  ETIS PROFESIONAL
Perawat atau bidan memiliki komitmen  yang tinggi  untuk  memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan  standar perilaku yang  etis dalam praktek asuhan  profesional. Pengetahuan tentang  perilaku  etis dimulai dari  pendidikan  perawat atau bidan, dan berlanjut  pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya   bila perawat atau bidan  mencoba dan mencontoh  perilaku   pengambilan keputusan yang etis  untuk membantu memecahkan masalah etika.  Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali  menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan  asuhan keperawatan /kebidanan.

Pendekatan Berdasarkan Prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip  dalam etika biomedik antara lain; (1) Sebaiknya mengarah langsung untuk  bertindak sebagai penghargaan terhadap  kapasitas otonomi  setiap orang: (2) Menghindarkan berbuat suatu  kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang  bermanfaat dengan segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang  manfaat dan resiko yang dihadapi.
Dilema etik  muncul ketika  ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik  dalam bertindak. Contoh; seorang ibu  yang memerlukan biaya  untuk  pengobatan progresif  bagi bayinya  yang lahir  tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati  kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun.  Di sini terlihat adanya kebutuhan  untuk tetap menghargai  otonomi si ibu akan pilihan  pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak  masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan  karena  tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan  prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi  konflik diantara kedua  prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih  membingungkan. Hal ini  dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang  penting  dalam etika.

 Pendekatan  Berdasarkan Asuhan
            Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik  mengarahkan banyak perawat atau bidan untuk  memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi  dan kewajiban moral. Hubungan perawat/bidan dengan pasen  merupakan pusat  pendekatan berdasarkan  asuhan, dimana memberikan langsung perhatian  khusus kepada  pasen,  sebagaimana dilakukan  sepanjang kehidupannya sebagai perawat atau bidan. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara  bagaimana  perawat/bidan dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau sejawat, merupakan suatu kewajaran yang dapat  membahagiakan  bila  diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik  perspektif dari asuhan meliputi : (1) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan; (2) Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat  klien atau  pasen  sebagai  manusia; (3) Mau mendengarkan dan  mengolah   saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung-jawab profesional; (4) Mengingat kembali  arti tanggung-jawab moral yang  meliputi kebajikan seperti:  kebaikan,  kepedulian, empati, perasaan kasih-sayang, dan menerima kenyataan. (Taylor,1993).

Asuhan juga memiliki tradisi memberikan  komitmen  utamanya terhadap pasen dan belakangan ini mengklaim  bahwa advokasi terhadap  pasen  merupakan salah satu  peran yang  sudah dilegimitasi sebagai peran dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan. Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasen. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat atau bidan, dalam menemukan kepastian  tentang  dua sistem pendekatan etika  yang dilakukan yaitu pendekatan  berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau bidan  yang  memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb: (1) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega  agar tetap memegang  teguh  komitmen utamanya terhadap pasen; (2) berikan prioritas utama terhadap  pasen dan masyarakat pada umumnya; (3) Kepedulian mengevaluasi  terhadap kemungkinan  adanya klaim otonomi dalam  kesembuhan  pasen. Bila menghargai otonomi, perawat atau bidan harus memberikan  informasi yang akurat, menghormati dan mendukung  hak pasien dalam mengambil keputusan.
KESIMPULAN
Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar  dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan / kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban   peran profesionalnya. Dengan demikian  perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap  hak-hak pasen,  akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan
EVALUASI
 Sebutkan  pengertian etika dan moral, apa perbedaannya.
1.      Apa yang dimaksud dengn transmisi nilai-nilai?
2.      Sebutkan 3 fase klarifikasi nilai-nilai dan jelaskan masing-masing!
3.      Bagaimana transmisi nilai-nilai profesional diadopsi oleh seorang perawat?

4.      Sebutkan 4 karakteristik dalam pendekatan melelui prinsip asuhan!

Sabtu, 08 Maret 2014

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

DECISION MAKING



PENDAHULUAN
Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah  adalah kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses pengelolaan asuhan keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua tingkatan posisi klinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksana/staf maupun  sebagai pemimpin.
           
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk sinonim. Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih  alternatif. Tidak semua pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.

Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”.  Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.

PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
  1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
  2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada sistematika tertentu :
    1. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
    2. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
    3. Falsafah yang dianut organisasi.
    4. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
  3. Masalah harus diketahui dengan jelas.
  4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
  5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang.

Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan menimbulkan berbagai masalah :
    1. Tidak tepatnya keputusan.
    2. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi baik dari segi manusia, uang maupun material.
    3. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.
    4. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.

Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara positif dan  memotivasi lingkungan kerja.  Kreativitas penting untuk membangkitkan  motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep baru dengan pendekatan inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara fleksibel dan bebas berpikir. Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan hal positif seperti; semakin terjaminnya kemampuan analisa seseorang terhadap fakta dan data yang dihadapi dan akan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi kelemahan.
 Sebelum memecahkan masalah, manajer perlu mengajukan pertanyaan kunci sebagai berikut :
1.      Apakah hal ini penting ?
2.      Apakah saya ingin mengerjakan sesuatu untuk hal itu ?
3.      Apakah saya cukup handal untuk menangani masalah itu ?
4.      Apakah saya mempunyai kewenangan untuk mengerjakan sesuatu ?
5.      Apakah saya mempunyai pengetahuan, minat, waktu dan sumber yang tepat untuk itu ?
6.      Dapatkah saya mendelegasikan hal tersebut kepada seseorang ?
7.      Apakah ada manfaat yang didapatkan dari penyelesaian masalah tersebut ?
Apabila jawaban pada pertanyaan nomor 1 sampai 5 adalah “tidak”, maka pemecahan masalah tersebut tidak efektif, artinya membuang waktu, sumber dan tenaga secara personal. Tapi sebaliknya bila jawabannya semua “ya”, pengambilan keputusan merupakan  pilihan untuk menerima masalah dan bertanggung jawab.

METODA PEMECAHAN MASALAH
Prinsip utama untuk menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta, kemudian memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi fakta objektif dan menentukan luasnya masalah tersebut. Manajer membutuhkan kemampuan untuk menetapkan prioritas pemecahan masalah. Umumnya untuk pemecahan masalah selalu menggunakan metoda coba-coba dan salah, eksperimen, dan atau tidak berbuat apa-apa (“do nothing”). Pembuatan keputusan dapat dipandang sebagai proses yang menjembatani hal yang lalu dan hal yang akan datang pada saat manajer hendak mengadakan suatu perubahan.
Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diatas adalah salah satu penyelesaian yang dinamis. Penyebab umum gagalnya penyelesaian masalah adalah kurang tepat mengidentifikasi masalah.  Oleh karena itu identifikasi masalah adalah langkah yang paling penting. Kualitas hasil tergantung pada keakuratan dalam mengidentifikasi masalah.

Identifikasi masalah dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan pengalaman  pembuat keputusan serta waktu penyelesaian masalah. Terutama waktu yang cukup untuk mengumpulkan dan mengorganisir data.

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
  1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi.
  2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
  3. Mengolah fakta dan data.
  4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
  5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.
  6. Memutuskan tindakan yang akan diambil.
  7. Evaluasi.
*      Mendefinisikan Masalah
Untuk mengetahui hakekat suatu masalah tidaklah mudah, karena masalah yang sebenarnya dihadapi sering terselubung dan tidak terlihat jelas. Oleh karena itu diperlukan keahlian, pendidikan dan pengalaman untuk membuat diagnosa yang tepat. Untuk itu  manajer perawat dan bidan agar selalu mengembangkan kemampuannya dan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk mempelajari perubahan yang terjadi.
*      Pengumpulan Data
Pengumpulan data atau informasi dikerjakan secara berkesinambungan melalui proses yang sistematis, sehingga upaya untuk mengantisipasi keadaan/masalah yang mungkin timbul akan lebih mudah dilaksanakan seperti ;
    1. Apakah masalah yang dihadapi diketahui dengan jelas?
    2. Apakah keadaan yang dihadapi merupakan masalah sebenarnya?
    3. Apakah sistem pelaporan di dalam organisasi sudah memungkinkan untuk prediksi secara tepat?

*      Analisa Fakta dan Data
Fakta-fakta dan data yang telah terkumpul dengan baik diolah secara sistematis yang akhirnya akan merupakan suatu informasi yang akan digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Analisa fakta dan data perlu dihubungkan dengan serangkaian pertanyaan sebagai berikut :
  1. Situasi yang bagaimanakah yang menimbulkan masalah?
  2. Apa latar belakang dari masalah?
  3. Apa pengaruh dan hubungan antara masalah yang dihadapi dengan tujuan, rencana dan kebijakan organisasi?
  4. Apa konsekuensi atas keputusan yang diambil?
  5. Apakah pemecahan masalah sesuai dengan kapasitas organisasi?
  6. Apakah waktu pengambilan tepat?
  7. Siapa yang akan ditugaskan mengambil tindakan?
*      Penentuan Alternatif
Baik buruknya sesuatu keputusan yang diambil sangat tergantung atas kemampuan menganalisa kekuatan dan kelemahan  alternatif-alternatif yang dihadapi. Dalam usaha menganalisa alternatif yang ada seseorang perlu memperhitungkan :
1.      Siapa yang terlibat/dipengaruhi setiap alternatif ?
2.      Tindakan apa yang diperlukan ?
3.      Reaksi apa yang mungkin timbul ?
4.      Dimana sumber reaksi tersebut ?
5.      Interaksi apa yang diperlukan ?
*      Penentuan Pilihan yang Terbaik
Pada setiap pengambilan keputusan selalu disertai dengan pengambilan resiko. Pada umumnya pilihan diambil dari beberapa alternatif jika diduga bahwa pilihan itu akan memberikan manfaat yang paling besar baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Namun demkian perlu dipertimbang juga bahwa resiko yang menyertai bersifat moderat.
*      Evaluasi
Untuk mengadakan penilaian yang baik, diperlukan obyektivitas dalam melakukan penilaian atau evaluasi. Biasanya suatu hal yang sangat sukar bagi seseorang untuk menilai dirinya sendiri secara obyektif. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian dapat diserahkan kepada pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memperoleh tingkat obyektivitas setinggi mungkin. Untuk proses evaluasi perlu diperhatikan mengenai tempat dan siapa yang bertanggung jawab  serta kapan hal tersebut dilaksanakan, contoh; sebelumnya manajer menetapkan suatu kebijakan baru dalam merespon keluhan pengunjung. Untuk menjamin bahwa kegiatan itu efektif perlu kerja sama dengan semua staf terkait. Kemudian bagaimana penemuan itu akan dikomunikasikan kepada personal lainnya.

 

FORMAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses pemecahan masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan pilihan, menseleksi pilihan yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi.

GAYA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Gaya pengambilan keputusan manajer perawat/bidan umumnya sama dengan gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer tersebut diatas. Ada 7 variabel yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk menyeleksi gaya yang paling cocok, yaitu :
1.      Pentingnya kualitas keputusan untuk keberhasilan institusi.
2.      Derajat informasi yang dimiliki oleh manajer.
3.      Derajat pada masalah yang terstruktur dalam organisasi.
4.      Pentingnya komitmen bawahan dan keterampilan membuat keputusan.
5.      Kemungkinan keputusan autokratik dapat diterima.
6.      Komitmen bawahan yang kuat terhadap tujuan institusi.
7.      Kemungkinan bawahan konflik dalam proses akhir pada keputusan final.

Metode autokratik hasilnya lebih cepat dalam pengambilan keputusan dan cocok untuk situasi yang krisis atau ketika kelompok senang menerima tipe ini sebagai gaya keputusan. Bagaimanapun anggota staf umumnya lebih mendukung untuk pendekatan konsultatif dan kelompok. Konflik dapat terjadi ketika masalah tidak terstruktur dibahas atau jika manajer tidak mempunyai pengetahuan atau ketrampilan dalam proses pemecahan masalah.


FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan keputusan, antara lain:
1.      Faktor Internal
Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki.
2.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK
Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif:
  1. Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang sebelumnya telah didefinisikan.
  2. Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab melaksanakannya. Contoh;  Rapat merupakan salah satu  alat terpenting untuk mencapai informasi dan mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik melalui suatu rapat,  yaitu :
    1. Masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum terbuka.
    2. Interaksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta pengertian yang mendalam.
    3. Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat.
    4. Rapat melatih menerima pendapat orang lain.
    5. Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain dan belajar menempatkan diri pada posisi orang lain.
Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses pemecahan masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan pilihan, menyeleksi pilihan yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi.


KESIMPULAN
Seorang manajer keperawatan/kebidanan harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dari resiko yang timbul sebagai konsekuensi  dari keputusan yang telah diambilnya. Pada hakekatnya, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah yang difokuskan untuk memecahkan masalah secepatnya dimana individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dengan menggunakan pendidikan dan pengalaman yang berharga yang cukup efektif dalam pemecahan masalah.

EVALUASI

  1. Sebutkan pengertian tentang “Pengambilan Keputusan”.
  2. Jelaskan lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan secara sederhana (simpel).
  3. Jelaskan secara singkat proses pengambilan keputusan  dalam menghadapi suatu masalah.
  4. Apabila muncul satu masalah ditempat kerja saudara, sebagai seorang manajer perawat/bidan, langkah-langkah apa saja yang harus saudara putuskan.