Sabtu, 04 April 2015

KUALITAS JASA

KUALITAS JASA








·        Kurva No.2 menunjukan kebutuhan rasional, kenaikan pemenuhan kebutuhan jenis ini memberikan dampak kenaikan kepuasan secara linier. Umumnya kebutuhan yang dapat dikatakan pelanggan jatuh kedalam kategori ini.
·        Kurva No.3 menunjukan kebutuhan  delighter/exciting, pelanggan sendiri tidak dapat menyadari adanya kebutuhan ini. Contohnya adalah produk-produk inovatif yang memiliki atribut baru yang unik sehingga dapat memberikan kepuasan yang lebih dari yang diharapkan, dengan usaha/biaya sedikit dapat memberikan penghasilan/keuntungan yang besar. Atribut baru tersebut bila tidak diperbaharui lama-lama menjadi usang sehingga kemudian menjadi basic needs.

Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Pelanggan akan memperoleh pengalaman mengenai kinerja suatu produk / jasa setelah mengkonsumsi suatu produk / memperoleh jasa, hal ini akan menimbulkan perasaan puas atau tidak puas. Lele and Sheth (1991) memiliki pendapat mengenai kepuasan pelanggan sebagai berikut : “CustomerSatisfaction is key to long term profitability and keeping the customer happy iseverybody’s business”. (Kepuasan pelanggan adalah kunci menuju keuntungan jangka panjang dan memberikan kesenangan kepada pelanggan merupakan tugas tiap orang). Sedangkan Parasuraman, Zeithmal and Berry (1985) mendefinisikannya : “Customer satifaction is customer perception of a singleservice experience” (Kepuasan pelanggan adalah persepsi konsumen terhadap satu jenis pelayanan yang dialaminya )
Kinerja dari produk / jasa yang dirasakan secara subyektif sangat tergantung kepada penilaian subyektif dari masing-masing pelanggan. Dalam kenyataannya,mutu dari suatu produk/jasa dilihat dari sudut pandang pelanggan berbeda dengan mutu obyektif dari produk/jasa tersebut. Hal ini disebabkan mutu yang dirasakan pelanggan dan persepsi yang dimiliki didasarkan pada persyaratan individual masing-masing pelanggan.

Metode-metode Kualitas
Perkembangan Metode Kualitas
 Menurut perkembangannya, metode-metode kualitas terbagi kedalam tiga generasi,antara lain :
a.      Traditional Quality Methods
Metode tradisional ini diciptakan dan dipakai semenjak perang dunia kedua. Metode ini menekankan kepada pengurangan cacat (defects) dari suatu produk yang hendak dikonsumsi oleh pelanggan. Metode tradisional ini didasarkan pada pemeriksaan untuk memastikan bahwa persentase kecacatan atau defek masih dalam batas toleransi pelanggan.
b.      Zero Defects Methods
Terbentuk setelah perang dunia kedua. Metode ini menekankan kepada penelusuran / deteksi terhadap cacat yang timbul selama proses produksi dan mencegah timbulnya cacat/defek. Tindakan korektif diarahkan pada penyebab kecacatan/defek serta pada pencegahan kejadiannya.
c.       Modern Quality Methods
Muncul dan berkembang semenjak era 70-an. Metode ini lebih menekankan kepada “nilai” dari pelanggan. Nilai pelanggan ini bisa meningkat selain akibat kinerja yang lebih baik juga oleh karena life cycle cost yang lebih rendah. Nilai produk sebagian besar ditentukan selama tahap desain.(Amihud Hari, 1996)



Dari penjelasan diatas, maka metode QFD merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam mendesain suatu produk barang/jasa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan, kunci bagi tercapainya kepuasan pelanggan.

Quality Function Deployment
Sejarah QFD
            Quality Function Deployment (QFD) diperkenalkan pertama kali oleh Shigeru Mizuno dan Yogi Akao dari The Tokyo Institute of Technology pada tahun 1960-an.  Teknik QFD digunakan pertama kali pada Mitsubishi Heavy Industries Ltd di Kobe Shipyard Jepang pada tahun 1972.  Kemudian pada awal tahun 1980-an konsep QFD diterapkan di Amerika Serikat oleh Ford Motor Co., dan Xerox. Sejak saat itu QFD banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Procter&Gambler, General Motors, Hewlet Packard, Digital Equipment Co., dan AT&T untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk, proses, dan system pengukuran.
Terminologi dan Definisi
            Kata Quality Function Deployment berasal dari bahasa Jepang (Kanji) dengan karakter huruf China yang berjumlah enam karakter, yaitu Hin Shitsu (quality), Ki Nou (function), Ten Kai (deployment)


.


Secara keseluruhan, enam karakter tersebut mempunyai arti “Bagaimana kita memahami kualitas yang diharapkan pelanggan serta mewujudkannya melalui cara yang dinamis” (Cohen, 1995; Tottie and Lager, 1995; Martins and Aspinwall, 2001; Chow-Chua and Komaran, 2002).
QFD juga dikenal dengan sebutan “Customer-driven engineering” atau “Matrix product planning”. Konsep ini secara umum berdasarkan pada suatu urutan operasi yang menterjemahkan suara pelanggan ke dalam jasa atau produk akhir. (Smith and Angeli, 1995).
Mazur (1995) mendefinisikan QFD sebagai suatu system dan prosedur untuk membantu perencanaan dan pengembangan pelayanan serta memastikannya sesuai atau melebihi harapan pelanggan.
Menurut Akao (1990), Konsep QFD dikembangkan untuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat memuaskan kebutuhan konsumen dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan memenuhi kesesuaian maksimum pada setiap pengembangan produk.
Manfaat QFD
            Dari beberapa literatur yang telah dipelajari sebelumnya, berhasil dihimpun beberapa manfaat metode QFD, antara lain :
·         Mampu memahami lebih mendalam berbagai keinginan / kebutuhan pelanggan.
·         Mampu mengurangi waktu untuk memasarkan produk barang/jasa sekitar 30%-50%.
·         Mampu memahami prioritas yang ditetapkan oleh pelanggan.
·         Meningkatkan komunikasi antar departemen.
·         Dapat segera menemukan permasalahan pada awal proses desain.
·         Meningkatkan pangsa pasar

 

QFD dan Rumah Kualitas (House of Quality)
            Ada empat fase dalam QFD yang bisa terpenuhi melalui sejumlah seri matriks. Masing-masing fase memiliki matriks yang terdiri dari kolom vertikal (yang disebut dengan “WHAT”) serta baris horizontal (yang disebut dengan “HOW”). Kolom WHAT berisi persyaratan-persyaratan pelanggan (customer requirements) sedangkan “HOW” berisi tentang cara-cara untuk memenuhi persyaratan-persyaratan pelanggan tersebut. Pada masing-masing  tahap, elemen “HOW” akan menjadi elemen “WHAT” pada fase berikutnya



Tahapan proses QFD adalah sebagai berikut:
Tahap 1 (WHAT) : Mendeteksi, mengumpulkan, mengklasifikasikan dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan (voice of the customers) menjadi sejumlah persyaratan-persyaratan pelanggan. Alat bantu dalam tahap ini antara lain adalah exploratory factor analysis untuk menganalisa atribut-atribut yang telah terkumpul, Affinity Diagram, Analytic Hierarchy Process, ataupun menggunakan pendekatan insiden kritis.
Tahap 2 (Customers Importance Rating) : Menetapkan tingkat kepentingan relatif dari masing-masing kebutuhan pelanggan.
Tahap 3 (Competitive Assessment) : Membandingkan fitur atau layanan sejenis yang dimiliki oleh pesaing dengan tujuan merencanakan pada posisi bersaing dimana perusahaan menetapkan fitur atau layanan
tersebut terhadap fitur atau layanan serupa yang dimiliki pesaing (benchmarking).
Tahap 4 (HOW) : Terletak di plafon dari house of quality, memuat karakteristik-karakteristik dari produk.
Tahap 5 (relationship matrix) : Terletak di bagian tengah dari house of quality. Pada bagian merupakan tempat interrelasi antara kebutuhan pelanggan dengan karakteristik teknis.
Tahap 6 (importance of characteristics)  dan Tahap 7 (competitive assessment) : Kepentingan relatif dari fitur-fitur rekayasa (karakteristik produk) dan penentuan kinerja dari pesaing pada variabel yang sama.
Tahap 8 (trade-off) : Atap dari house of quality ini menyediakan korelasi (trade-off) diantara karakteristik-karakteristik produk.
Tahap 9 (target values) : Pada tahap ini dirancang tujuan dari masing-masing karakteristik produk dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, kinerja persaingan serta trade-off dari masing-masing karakteristik.



Penerapan QFD pada Industri Jasa Pelayanan Kesehatan / rumah sakit
            Dalam industri manufaktur, QFD memang telah banyak diterapkan namun pada industri jasa seperti pelayanan kesehatan, penerapan QFD masih terbilang sedikit. Hal ini tidak lepas dari kompleksitas dari proses karena subyek dari QFD bukan merupakan produk yang tangible. Terlebih lagi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai tiga ciri khusus industri jasa pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit yang meliputi 1) bahan baku dalam industri jasa pelayanan kesehatan adalah manusia, 2) adanya variasi jenis pelanggan yang terlibat, dan 3) proporsi tenaga professional kesehatan yang lebih besar daripada tenaga biasa, hal ini mengakibatkan munculnya variasi dalam opini maupun preferensi.
Adanya ciri-ciri khusus tersebut seringkali menyebabkan kualitas dari suatu pelayanan rumah sakit tidak mudah dijelaskan dengan tepat (Takeuchi and Quelch, 1983). Lebih jauh, ciri-ciri khusus dari layanan rumah sakit yang tidak terpisahkan tersebut nampaknya bisa mempersulit bagi customer untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan prioritas harapan mereka terhadap layanan rumah sakit. Hal ini berdampak bagi manajemen berupa sulitnya memasukkan harapan customer kedalam paket layanan rumah sakit. Keadaan ini bisa memperburuk upaya meningkatkan kualitas jasa rumah sakit.  Oleh karena itu, penerapan QFD dalam industri jasa pelayanan kesehatan sangatlah kompleks. apalagi jika QFD diterapkan pada rumah sakit pendidikan atau tipe A misalnya.
Pada prinsipnya, penerapan QFD pada industri jasa pelayanan kesehatan adalah untuk memahami apa yang diinginkan oleh pelanggan, baik dalam pelayanannya maupun penampilan kinerjanya. QFD bisa digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan informasi tentangapa yang sebenarnya dicari pasien ketika merekamembutuhkan layanan rumah sakit. QFD tidak didesain untuk menggantikan alat manajemen atau metode kualitas yang biasanya dipakai oleh rumah sakit, melainkan bekerja bersama untuk memenuhi keinginan pelanggan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar